Rabu, Desember 26, 2007 0 komentar

Produksi - Departement Produksi

Produksi Departement Produksi

Sebagai kepala departemen produksi kita perlu memastikan beberapa hal berikut sebelum memulai shooting:

  1. Lokasi
  2. Pemeran
  3. Logistik
  4. Peralatan shooting
  5. Jadwal

1. Lokasi

Setiap film diproduksi dengan menggunakan satu atau beberapa tempat sebagai lokasi shootingnya. Shooting bisa berlangsung lebih lancar bila lokasi-lokasi yang kita gunakan dikelola dengan baik. Manajer lokasi bertanggung jawab menyiapkan lokasi dan mengatasi masalah yang timbul di lokasi. Di Indonesia tidak dibedakan antara manajer lokasi (location manager) dan pencari lokasi (location scouter). Di Hollywood, untuk film cerita panjang yang melibatkan banyak lokasi biasanya dipekerjakan satu manajer lokasi dan beberapa pencari lokasi. Manajer lokasi mengkoordinasi kerja pencari lokasi dan mempresentasikan calon lokasi kepada sutradara. Pencari lokasi tidak ikut serta selama shooting berlangsung. Di Indonesia, manajer lokasi direkrut dari salah seorang asisten produksi. la kemudian bertanggung-jawab atas pencarian dan pengelolaan lokasi hingga shooting dinyatakan usai.

Setelah mendapat arahan dari sutradara is mencari beberapa lokasi yang paling mendekati lokasi yang diperlukan, kemudian dipresentasikan ke sutradara. Setelah dipilih beberapa alternatif, manajer lokasi mengajak sutradara, asisten sutradara, penata artistik dan penata fotografi untuk mengunjungi lokasi. Mereka melihat langsung lokasi dan mempertimbangkan hal-hal artistik dan teknis untuk merekam gambar di lokasi-lokasi tersebut. Lokasi terpilih kemudian diurus perijinannya serta keperluan administratif lainnya oleh manajer lokasi.

Bila sebuah lokasi yang dipilih sutradara telah selesai diurus administrasinya, mulailah asisten sutradara menginformasikan bagaimana adegan akan direkam, tata letak pemain dan set up diberitahukan kepada penata artistik, penata fotografi dan manajer lokasi. Kemudian tim artistik menginventarisasi kebutuhannya guna keperluan set dressing dan property di lokasi tersebut. Penata fotografi merancang konfigurasi alat: lensa, filter, lampu dan perlatan khusus lainnya yang diperlukan di lokasi itu.

Seluruh informasi tersebut diteruskan kepada manajer produksi agar disusun anggarannya yang bisa mengakomodasi kebutuhan shooting. Perubahan anggaran juga ditentukan oleh perubahan lokasi, dan bagaimana lokasi-lokasi shooting dikelola. Berikut ini disertakan beberapa hal penting yang sebaiknya diperhatikan oleh manajer lokasi dalam mengelola lokasinya.

Akses. Bagaimana sebuah lokasi bisa dicapai? Berapa waktu yang dibutuhkan dari !cantor produksi untuk mencapainya? Ini adalah pertanyaan awal dari serangkaian pertanyaan yang timbul kemudian. Tingkat kepadatan lalu-lintas pada jam tertentu juga tak boleh luput dari perhatian seorang manajer lokasi. Untuk lokasi di luar kota sertakan pula informasi tentang penginapan, rumah sakit, dokter jaga, apotek, pasar dan tempat ibadah.

Ijin. Secara tertulis ijin harus didapat dari pemilik lokasi dan pengurus wilayah setempat (RT/RW, kelurahan, dan polisi).

Keamanan. Perhatikan bagaimana cara untuk mengamankan lokasi mengingat besar kemungkinan banyak orang yang berminat menonton proses shooting kita. Banyaknya barang yang kita bawa juga memerlukan perhatian khusus dari sisi pengamanannya. Bicarakan dengan pengurus wilayah setempat. Jangan ragu untuk minta bantuan mereka mengamankan lokasi. Tentu kita harus mengalokasikan dana untuk pengamanan lokasi.

Suara. Periksa kemungkinan suara-suara yang mungkin mengganggu proses shooting kita. Mayoritas shooting dilakukan dengan cara merekam suara secara langsung. Untuk itu pastikan bahwa lokasi kita bisa mendukung proses itu dengan baik.

Kegiatan rutin masyarakat sekitar. Sangat mungkin ketika kita dan tim sutradara mengunjungi lokasi pada hari biasa, semuanya tampak baik-baik saja, sehingga semua terlihat ideal. Coba periksa dahulu jadwal kegiatan masyarakat pada interval waktu shooting akan kita lakukan. Pastikan jadwal kita tidak bersamaan dengan kegiatan besar yang mereka lakukan yang mungkin mengganggu kelancaran shooting kita.

Barang yang boleh/tidak boleh dipergunakan. Buat daftar barang-barang yang mungkin boleh dipinjam untuk keperluan shooting. Informasikan hal ini kepada departemen artistik agar mereka bisa mengantisipasi. Upayakan menjauhkan barang yang tidak boleh dipakai dari set kita. Hindari kemungkinan rusaknya barang yang ada di lokasi. Bila berdasarkan permintaan pemilik lokasi ada hal-hal khusus yang tidak boleh dilakukan, umumkan kepada seluruh kru selama mereka berada di lokasi.

Sumber Air. Catat dari mana saja sumber air bisa kita peroleh. Kamar mandi dan kamar kecil yang memadai merupakan hal penting untuk kelancaran shooting. Periksa apakah mungkin menggunakan yang tersedia atau kita harus menyiapkannya sendiri. Harus dijelaskan di awal pemakaian, apakah ada biaya tertentu yang harus dikeluarkan untuk semua keperluan itu?

Sumber Listrik. Sama dengan sumber air. Periksa kemungkinan untuk menggunakan sumber listrik di lokasi, walaupun kita sudah membawa generator.

Cuaca. Catat semua informasi yang berkaitan dengan perubahan cuaca secermat mungkin termasuk arah mata angin, terbit dan terbenamnya matahari.

Foto Lokasi. Foto-foto ini digunakan sewaktu manajer lokasi mempresentasikan lokasi kepada sutradara. Buat foto lokasi dari berbagai sudut. Hal ini memudahkan tim kerja yang lain untuk mengidentifikasi ruang tempat shooting akan berlangsung. Selain foto lazim juga digunakan video sebagai alat bantu presentasi. Foto lokasi digunakan untuk menyempurnakan storyboard.

Denah Lokasi. Segera setelah semua urusan administrasi selesai, buat denah lokasi selengkapnya dengan memperhatikan semua butir di atas. Tentukan tempat parkir untuk semua kendaraan dan generator. Bila lahan parkir tidak cukup luas, cari alternatif untuk mengelola keluar masuknya kendaraan dari dan ke lokasi. Gambarkan letak kamar mandi, kamar ganti, meja rias, catering dan generator. Buat denah kita mudah dipahami semua orang.

Sewaktu shooting berlangsung, manajer lokasi menjadi orang yang pertama masuk ke lokasi dan yang terakhir meninggalkan lokasi. la memastikan semua kelengkapan yang dibutuhkan dari sebuah lokasi tersedia dan terpelihara dengan baik. Sebelum meninggalkan lokasi ia memastikan semua sampah dan kotoran telah dibersihkan dan dibuang ke tempatnya. Segala kerusakan yang telah ditimbulkan oleh pelaksanaan shooting dibicarakan dengan pemilik lokasi dan diselesaikan dengan baik.

Pastikan semua hal yang berkaitan dengan lokasi telah siap sebelum tim produksi kita berangkat menuju lokasi. Segala urusan administratif telah diselesaikan. Bekali semua supir kita dengan fotokopi surat ijin masuk dan penggunaan lokasi. Departemen artistik yang biasanya masuk lebih awal ke lokasi sebaiknya didampingi oleh manajer lokasi. Mereka sebaiknya juga dibekali dengan fotokopi semua berkas ijin lokasi agar mereka tidak terhambat dalam melakukan pekerjaannya untuk menyiapkan lokasi. Pastikan juga para pemeran mendapat tempat yang memadai untuk berganti pakaian, makan, dan istirahat.

Tidak ada patokan harga yang pasti untuk menyewa sebuah rumah untuk dijadikan lokasi shooting. Kecuali beberapa rumah yang kerap digunakan untuk shooting, umumnya pemilik rumah menanyakan terlebih dahulu budget yang kita punya. Kemudian ia menimbang-nimbang penawaran itu berdasarkan jumlah hari yang akan kita pakai (termasuk persiapan dan pembongkaran oleh tim artistik) dan jumlah yang kita tawarkan. Pastikan harga sewa lokasi sudah termasuk semua yang kita butuhkan dalam lokasi tersebut. Buat pernyataan tertulis yang mencakup hak-hak kita selama berada di lokasi.

Selain rumah ada beberapa tempat yang mungkin menjadi lokasi seperti lapangan sepak bola, bangunan sekolah, pelabuhan, lobby hotel dan bandara. Upayakan melakukan pendekatan persuasif dengan pihak pengelola. Ungkapkan dengan jelas fungsi lokasi tersebut dalam cerita. Sertakan surat dan sinopsis film yang kita buat. Yakinkan bahwa penggunaan lokasi tersebut dalam film kita tidak memiliki nilai negatif bagi mereka.

Pengalaman akan membimbing kita untuk memilih cara pendekatan seperti apa yang sebaiknya dipakai untuk institusi atau pribadi tertentu. Jangan ragu bertanya kepada teman dan kenalan tentang kemungkinan akses untuk mempermudah pengurusan ijin penggunaan lokasi. Banyak pihak yang sebenarnya tidak keberatan tempatnya digunakan sebagai lokasi. Masalah pendekatan yang buruk sering menjadi kendala untuk menyewa lokasi. Sekali lagi, semakin sering kita mengurus lokasi semakin kita paham tentang seluk beluk mengelola lokasi.

2. Pemeran

Pastikan para pemeran mendapat istirahat yang cukup sebelum shooting. Kesegaran akan membantu penampilan mereka saat shooting. Perhatikan juga bila ada pemeran yang mesti dijemput atau memerlukan perlakukan khusus; misalnya, orang yang sudah sangat tua (seperti di atas 60 tahun) mungkin beliau perlu ruang khusus untuk beristirahat sementara menunggu shooting. Tugas kita membuat para pemeran merasa nyaman di lokasi.

3. Logistik

Seluruh kru dan pemeran wajib mendapat suplai logistik yang cukup. Sudah menjadi tugas kita untuk merawat mereka selama di lokasi. Perhatikan juga bila ada kru dan pemeran yang membutuhkan makanan khusus, misal vegetarian, tidak makan nasi, atau hanya makan buah pada siang dan malam hari.

4. Peralatan Shooting

Yang dimaksud dengan peralatan shooting pada bagian ini adalah semua perlengkapan yang dibutuhkan departemen kamera berikut perlengkapan penunjangnya, seperti tangga dan scaffolding (lihat daftar istilah), semacam stager untuk meletakan lampu atau kamera. Penata fotografi menentukan komposisi alat yang dibutuhkan berdasarkan script breakdown, story board dan rehearsal. Secara umum, peralatan shooting terdiri dari:

Kamera. Tiap jenis mempunyai perlengkapan pendukung seperti lensa dan filter kamera yang berbeda. Apakah jenis kamera kita Hi-8, D-8 atau Mini DV pastikan penata fotografi kita sudah tahu cara mengoperasikannya. Periksa juga persediaan kaset yang sesuai dengan kamera yang kita miliki.

Lampu. Pemilihan jenis dan jumlah lampu berikut perlengkapan pendukungnya seperti filter lampu sangat tergantung pada diskusi antara penata fotografi dengan penata artistik dan sutradara, serta melakukan kunjungan ke lokasi shooting. Usahakan sedikit mungkin adegan yang membutuhkan banyak lampu. Cermin besar dan styrofoam (gabus putih) dapat kita gunakan untuk memantulkan cahaya lampu dan matahari.

Kabel. Kabel tak bisa dipisahkan dari lampu dan kamera, karenanya pastikan tersedianya jenis yang sesuai dengan yang kita butuhkan. Konfirmasi ulang dengan penata fotografi tentang jenis dan jumlah kabel, pada lokasi tertentu bisa jadi kita akan membutuhkan tambahan kabel. Di lokasi shooting akan banyak sekali kabel malang melintang sesuai dengan komposisi lampu. Ini bisa mengganggu kelancaran shooting. Oleh karena itu, selalu koordinasikan soal ini dengan penata cahaya dan manajer lokasi kita.

Perlengkapan pendukung lainnya. Buatlah daftar kebu tuhan perlengkapan pendukung untuk film kita dan periksa ulang semuanya. Catat semua kebutuhan, seperti tangga, karton hitam, selotip dan sebagainya. Kalau ada yang belum lengkap, mintalah kepada penata fotografi untuk melengkapinya.

5. Jadwal

Bila kita melakukan shooting hanya dalam 1 hari, perhatikan apakah kru dan pemain cukup fit untuk kegiatan tersebut. Jika waktu shooting Iebih dari 1 hari pastikan mereka punya waktu istirahat dengan cukup sehingga punya tenaga yang memadai untuk hari berikutnya.

Bila ada Iebih dari satu lokasi shooting dalam hari yang sama, perhitungkan juga jarak dan waktu tempuh antara masing masing tempat. Pastikan semua kru dan pemeran tiba di lokasi berikut pada waktu yang disepakati.

Sumber : CD Interaktif Program Bimbingan anak Sampoerna (PBA) Karya Kita Bengkel Film Pemula
Read more!
Minggu, Desember 23, 2007 0 komentar

Pre Production - Editor Section

Pre Production Editor Section
Untuk menghasilkan film yang enak ditonton dan dapat dipahami oleh penonton, gambar-gambar yang telah kita rekam perlu diedit. Umumnya shooting dilakukan tidak sesuai dengan urutan cerita dalam skenario, sehingga kita perlu menyusun ulang urutan gambar-gambar tersebut. Editor adalah orang yang bertugas menyusun gambar dan suara agar menjadi sebuah film. Hal utama yang haws diperhatikan oleh editor adalah logging sheet, continuity dan mood sebuah film. Logging sheet adalah lembaran berisi catatan tiap shot yang telah direkam. Berdasarkan logging sheet yang sering disebut script continuity report sang editor memilih gambar dan suara yang telah disetujui oleh sutradara untuk dipakai dalam film. Keterangan OK berarti gambar atau suara atau keduanya telah disetujui oleh sutradara untuk dipakai. Sebaliknya NG atau No Good berarti tidak dipakai (lihat ilustrasi topik Penyutradaraan pada tahap produksi). Continuity ketika gambar direkam adalah tugas sutradara namun ketika sampai tahap editing menjadi tanggung jawab editor. Untuk itu sebaiknya dalam membuat film pendek, editor ikut serta dalam shooting guna membantu sutradara dalam hal continuity. Untuk lebih jelasnya silakan klik bagian continuity (lihat topik Penyutradaraan pada tahap pra-produksi). Mood sebuah film bisa dibangun ketika shooting dilakukan dan diperkuat saat editing. Paduan suara, gambar, musik dan efek suara memperkuat mood film kita. Untuk itu diskusi antara sutradara dan editor di masa pra produksi sangat penting untuk membangun dan mmperkuat mood film kita. Panduan Mengedit Awalnya, editing video menggunakan cara linear editing atau tape to tape. Caranya adalah dengan merekam bagian gambar dan suara yang dimaksud ke pita kaset lain. Untuk itu kita memerlukan satu buah kamera untuk memutar hasil shooting dan satu buah VHS player-recorder untuk merekam gambar yang kita inginkan sesuai urutan dalam skenario. Bila kita tidak memiliki VHS player-recorder gunakan satu kamera lagi untuk merekam hasilnya. Kelemahan utama cara ini adalah ketika kita akan melakukan revisi. Jika perlu ada revisi, maka seluruh proses perekaman tadi mesti diulang. Kini, kita dapat menggunakan cara non hear editing. Kita membutuhkan seperangkat komputer dengan software-nya. Agar nyaman dalam mengedit PC atau notebook kita minimal memiliki kofigurasi sebagai berikut: Prosesor Pentium Ill 700 MHz, RAM 512 MB, VGA Card 64MB, Hard Disk 40GB, port dan kabel untuk fire wire (untuk kamera mini DV dan D8) atau RCA (kabel merah­putih kuning untuk Hi8) dan software editing. Saat ini telah banyak software editing yang beredar di pasar. Tinggal pilih sesuai keinginan dan kemapuan kita. Dengan software kita tidak perlu mengulang semua proses kerja ketika ingin melakukan revisi. Keuntungan lain dibanding cara tape to tape adalah efek yang dapat dihasilkan sangat bervariasi. Beberapa software yang populer adalah Adobe Premier, Pinacle, Ulead, Windows Movie Maker dan AVID DV Express. Tiap software punya karakteristik masing-masing. Silakan pilih salah satu dan pelajari seluk beluknya. Tips: Adobe Premier adalah yang paling banyak dipakai. Windows Movie Maker adalah software yang terintegrasi ketika kita menginstal WindowsXP, jadi kita tidak perlu membeli software lagi Sumber : CD Interaktif Program Bimbingan anak Sampoerna (PBA) Karya Kita Bengkel Film Pemula

Read more!
Minggu, Desember 23, 2007 0 komentar

Pre Production - Sound Director Section

Pre Production Sound Director Section
Tata Suara Tata suara sebaiknya mendapat perhatian yang detail dalam sebuah produksi film. Audio - apakah itu dialog, musik atau efek suara - membantu memperkuat suasana atau mood yang ingin dicapai oleh sebuah film. Karenanya, rancanglah tata suara yang sesuai dengan film kita. Perhatikan beberapa hal berikut dalam mendesain tata suara film kita: Apakah dialog akan direkam secara langsung atau tidak? Apakah film kita perlu musik? Bagaimana kita akan menyusun efek suara? Desain tata suara yang baik memuat ketiga elemen tersebut sejak awal. Misalnya film kita tak perlu musik, maka sebaiknya dialog dan efek suara dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi film yang kita buat. Jangan sampai keputusan ini dibuat belakangan, film kita bisa timpang nantinya. Perencanaan tata suara juga membantu para kru yang bertanggung-jawab menangani suara mengetahui secara pasti apa yang harus mereka kerjakan. Dialog Untuk keperluan merekam dialog, perekam suara yang lazim digunakan di Indonesia adalah DAT (digital audio tape). DAT punya sejumlah kelebihan: pengoperasiannya mudah, harga pita kasetnya murah dan alatnya ringan serta bentuknya sederhana. Sebelumnya, alat yang lazim digunakan adalah Nagra. Beberapa pihak menyebut kualitas rekaman Nagra lebih baik ketimbang DAT. Namun karena praktis, DAT lebih popular digunakan. Nagra sendiri langka dan sudah jarang sekali digunakan. Proses perekaman dialog bisa dilakukan dengan dua cara, langsung (direct sound) atau tidak langsung (after recording). Masing-masing punya kekurangan dan kelebihannya masing­masing, kita pun bisa mengkombinasikan keduanya untuk film kita. Kelebihan dari direct sound adalah bahwa suara yang terekam akan mencerminkan mood pemeran saat shooting dilakukan. Dengan begitu, suara yang terekam diperkuat oleh gambar dan suasana yang muncul saat shooting. Kelemahan dari direct sound adalah saat di lokasi shooting sering muncul suara­suara yang tidak diinginkan dan tidak bisa dikendalikan. Perekaman suara dengan cara direct sound biasanya memakan waktu dan terkadang hasilnya tak sesuai dengan yang diinginkan. Untuk mengatur komposisi dan mengelola alat dalam melakukan direct sound, hal ini perlu diskusikan dengan penata suara (sound engineer) kita. Pada tahap pra produksi, penata suara bertugas merancang tata suara sehingga mampu menghasilkan suasana yang diinginkan oleh sutradara dan digariskan oleh skenario. Di tahap pasca produksi, penata suara juga membantu editor untuk meletakkan semua elemen suara agar sinkron atau sesuai dengan rekaman gambar dan suasana yang diinginkan (sync). Selama shooting, penata suara berkoordinasi dengan perekam suara (sound recordist) dan asistennya (boom person) yang mengarahkan mikrofon. Hasil rekaman suara selama shooting di lokasi adalah tanggung jawab sound recordist dan boom person. Di Indonesia, umumnya yang terlibat dalam produksi film adalah sound recordist, tanpa penata suara bahkan terkadang tanpa boom person. Tugas penata suara di tahap pasca produksi acap kali dirangkap oleh editor. After recording memberi keleluasaan untuk merekam suara tanpa gangguan suara di lokasi karena perekaman suaranya dilakukan di studio. Secara teknis, kontrol perekaman ada di tangan kita. Kelemahan after recording adalah mood yang lebih sukar dicapai ketimbang perekaman suara dengan cara direct sound. Pengisi suara harus menghidupkan kembali emosi yang dimunculkan pemeran pada saat shooting berlangsung. Bisa jadi si pengisi suara justru bukan pemeran itu sendiri, apalagi jika film kita adalah film animasi. Proses after recording sendiri terkadang membuat kikuk si pengisi suara apabila belum terbiasa. Mana yang lebih baik, direct sound atau after recording? Apabila kita mampu mengamankan lokasi shooting dari segala kemungkinan gangguan suara, maka pilihan terbaik adalah direct sound. Apabila porsi narasi dalam film cukup banyak, ada baiknya kita memilih after recording. Pilihan ada di tangan kita. Sebaiknya hal ini kita putuskan semenjak awal. Misalnya after recording yang dipilih, maka sebaiknya kita juga memilih pemeran yang sudah berpengalaman melakukan after recording. Jika kita memilih direct sound, bersiaplah untuk mengamankan lokasi shooting dari suara yang mengganggu. Musik Elemen musik dimaksudkan untuk mempertegas sebuah adegan agar lebih kuat maknanya. Apabila musik dimaksudkan sekedar sebagai latar belakang, maka musik masuk kategori elemen efek suara. Misalnya, adegan di sebuah diskotik. Maka suara musik disko merupakan efek suara dan bukan musik. Musik sendiri dibagi dua, ilustrasi musik (music illustration) dan theme song. Ilustrasi musik adalah suara, baik dihasilkan melalui instrumen musik atau bukan, yang disertakan dalam suatu adegan guna memperkuat suasana. Penanggungjawab ilustrasi musik disebut ilustrator musik (music illustrator). Pada tahap pra produksi, ilustrator musik berdiskusi bersama sutradara dan produser guna membahas konsep musik film tersebut dan menciptakan beberapa contoh untuk dipresentasikan. Apabila konsepnya diterima, ilustrator musik bisa membuat stok yang dirasa cocok. Di tahap pasca produksi, setelah semua dialog dan efek suara dilengkapi, ilustrator musik membantu editor untuk meletakkan musik pada tempatnya yang sesuai. Theme song adalah lagu yang dimaksudkan sebagai bagian dari identitas sebuah film; bisa merupakan lagu yang ditulis khusus untuk film tersebut ataupun lagu yang telah populer sebelumnya (biasanya dipilih sendiri oleh sutradara dan produser). Tentu saja ada aspek hak cipta yang mesti diperhatikan di sini. Theme song bisa dikerjakan oleh ilustrator musik ataupun orang lain. Apabila sebuah film cerita punya sejumlah theme song, kumpulan lagu tersebut kebanyakan dirilis dalam bentuk kaset atau compact disc (CD) sebagai Original Motion Picture Soundtrack (OMPS) atau biasa disingkat soundtrack. Efek Suara (Sound Effect) Bunyi gemerincing seonggok kunci, langkah sepatu di atas lantai keramik, suara pintu mobil ditutup, suara peluit wasit dan tangis bayi adalah contoh sound effect dalam sebuah film. Suara yang ditimbulkan oleh semua aksi dan reaksi dalam film termasuk dalam elemen efek suara. Efek suara perlu untuk memanjakan telinga penonton, dengan demikian penata suara yang baik akan memasukkan semua bunyi yang masuk akal dengan cerita dan menghilangkan semua yang tidak perlu. Tips Untuk kamera handycam, sebaiknya tidak merekam dialog dengan mic yang ada pada kamera. Upayakan memakai mic yang biasa dipakai untuk karaoke di rumah. Hubungkan mic tersebut ke kamera baru lakukan perekaman gambar dan suara bersamaan. Agar suara aktor bisa terekam lebih jelas saat shooting di tempat ramai, maka untuk mengakalinya dengan membuat boom sendiri. Caranya, pakai mic yang diikatkan pada tongkat/sapu agar bisa didekatkan ke aktor. Hati-hati, jangan sampai tongkat/mic/bahkan bayangannya masuk ke dalam shoot. Kalau shooting dilakukan ditempat berangin, jangan lupa mic dibungkus dengan kain supaya suara desiran angin bisa diredam. Sumber : CD Interaktif Program Bimbingan anak Sampoerna (PBA) Karya Kita Bengkel Film Pemula

Read more!
Minggu, Desember 23, 2007 0 komentar

Pre Production - Art Director Section

Pre Production
Art Director Section

Tata Artistik
Segala yang tampak dalam film kita disiapkan oleh departemen artistik, mulai dari baju, sanggul, aksesoris, vas bunga, warna dinding, hingga mobil. Kerja sama dan komunikasi yang baik antar penata artistik, sutradara dan penata fotografi adalah penting guna menghasilkan gambar yang sesuai. Penata artistik membawahi penata busana, penata rias dan bagian properti.

Tata busana
Fungsinya merancang, membuat dan atau memadu‑ padankan busana untuk tiap tokoh yang hadir dalam film. Pastikan busana dan warna yang mereka kenakan sesuai dengan karakter tiap tokoh dan mood film kita. Jangan lupa periksa usia dan kelas sosial masing masing tokoh sebelum kita memilihkan busana untuk mereka.

Tata Rias
Tata rias yang di maksud di sini bukanlah riasan seperti pada pementasan teater atau drama. Pastikan riasan yang dimaksud sesuai untuk tiap peran yang ada. Digunakan untuk menambah sentuhan artistik pada wajah tiap tokoh sehingga semakin menunjang karakter yang akan dia perankan. Sama halnya dengan busana, jangan gegabah menentukan riasan wajah. Hal yang paling sederhana dalam tata rias adalah bertugas mengusap keringat dari wajah (terutama bagian dahi) tiap tokoh yang siap direkam gambarnya.

Bagian properti
Semua benda yang berkaitan dengan tokoh yang bisa dipindahkan dengan mudah termasuk kelompok properti. Contohnya adalah tas kerja, komputer, radio, mobil, rokok dan buku. Telitilah semua keperluan untuk tiap tokoh. Jangan sampai ada yang terlewat. Continuity film kita sangat tergantung kejelian kita menyiapkan properti dalam tiap shot!

Sumber :
CD Interaktif
Program Bimbingan anak Sampoerna (PBA) Karya Kita
Bengkel Film Pemula



Read more!
Minggu, Desember 23, 2007 0 komentar

Pre Production - DoP Section

Pre Production DoP Section
Camera angle Sebuah adegan bisa direkam oleh kamera dengan berbagai sudut pengambilan gambar. Tiap sudut (angle) umumnya mempunyai maksud tertentu. Sutradara menentukan camera angle ketika menyusun shot-shot yang kemudian membentuk shotlist. Lewat storyboard akan tampak perbedaan sudut pengambilan gambar dari tiap shot atau adegan. Ditinjau dari tinggi-rendah kamera terhadap obyek yang akan direkam sudut pengambilan gambar umumnya terbagi dalam tiga kelompok yakni high angle, low angle dan eye level. Untuk mendapatkan posisi high angle, tempatkan kamera lebih tinggi dari obyek. Jadi kamera tidak harus diletakkan di tempat yang tinggi sekali, cukup berada lebih tinggi dari obyek maka itu sudah tergolong high angle. Biasanya high angle digunakan untuk menunjukkan lemah, tak berdaya atau kekaguman atas objek atau tokoh lain. Low angle adalah kebalikan dari high angle. Tempatkan kamera lebih rendah dari obyek maka kita telah mendapatkan sebuah low angle. Umumnya low angle memberi kesan superioritas atau dominasi seorang tokoh atas tokoh lainnya. Dalam konteks ruang, baik high angle maupun low angle bisa digunakan untuk memberi informasi tentang tinggi-rendah tempat di mana tokoh berada. Eye level adalah posisi kamera sejajar dengan mata sang tokoh dalam gambar yang kita rekam. Untuk memberi kesan sepadan atau tidak ada dominasi, kita bisa menggunakan eye level. Penggunaan eye level dalam sebuah film jauh lebih banyak dibanding high angle dan low angle. Hal ini terjadi karena kedua angle terakhir hanya diperlukan pada adegan atau shot khusus saja, selebihnya film akan mudah dinikmati bila disajikan dalam eye level. Tentu saja tidak ada patokan mutlak tentang perbandingan penggunaan masing-masing angle. Siasati penggunaan angle dalam tiap adegan film kita sesuai kesan yang ingin kita tampilkan. Jenis Shot Ukuran obyek yang kita rekam bisa beraneka ragam untuk itu silakan pelajari ilustrasi berikut. (ilustrasi nyusul ya ... :-)) Gerakan Kamera Agar gambar dalam film kita tampak variatif sehingga menjadi lebih enak ditonton, kita dapat memanfaatkan gerakan kamera. Untuk kamera handycam ada dua macam gerakan yang bisa kita lakukan dengan tripod kamera adalah Pan dan Tilt. Pan adalah gerakan kamera dengan poros horisontal ke kiri (pan left) atau ke kanan (pan right). Poros yang dimaksud adalah kepala tripod yang bisa bergerak. Tilt adalah gerakan kamera dengan poros vertikal ke atas (tilt up) atau ke bawah (tilt down). Variasi lain yang bisa kita coba adalah dengan gerakan kamera seperti berikut: Zoom adalah gerakan shot dengan menggunakan fasilitas yang ada di kamera, yang membuat sebuah obyek long shot menjadi close up (zoom in) atau membuat obyek close up menjadi long shot (zoom out). Track in/Track out adalah gerakan kamera mendekati dan menjauhi obyek. Berbeda dengan zoom in/zoom out, gerakan kamera ini dibantu dengan menggunakan dolly (kereta yang digunakan untuk mendorong kamera) Follow through adalah gerakan kamera yang dilakukan dengan mengikuti obyek yang bergerak. Berbeda dengan panning, follow through dilakukan dengan cara kamera ikut bergerak searah dengan gerakan obyek. Tips. Sebaiknya kita menggunakan tripod kamera sesering mungkin. Untuk adegan statis maupun dengan pan atau tilt, tripodumumnya memberi hasil yang Iebih balk dibanding dengan hanya mengandalkan tangan kita untuk memegang kamera. Kita bisa menggunakan kursi roda atau papan skateboard untuk menggantikan fungsi dolly. Tata Cahaya Ada dua macam sumber cahaya yang bisa kita pergunakan yakni sinar matahari dan lampu. Sinar matahari umumnya sulit dikontrol. Kita sangat memerlukannya bila adegan direkam di luar ruang. Kompromi yang harus kita lakukan adalah menempatkan obyek pada angle terbaik agar gambar sesuai dengan keinginan kita. Lampu bisa kita kontrol semaksimal mungkin untuk menghasilkan efek yang kita inginkan. Dari segi arah cahaya ada 3 kelompok cahaya yang kita bisa manipulasi untuk mendapat gambar terbaik: Key light adalah cahaya utama yang mucul dalam adegan atau shot tersebut. Andaikan kita mengambil adegan VERA menjemput si stasiun siang hari, maka key light-nya adalah cahaya matahari. Bila adegan tersebut dibuat pada malam hari, maka key light-nya adalah lampu stasiun terdekat dengan VERA. Fill light adalah cahaya tambahan untuk memberi aksen. Seringkali ada beberapa bagian dari obyek gambar yang tidak mendapat cahaya yang cukup dari key light sehingga obyek menjadi tampak sangat gelap. Jalan keluarnya adalah dengan menambahkan cahaya agar bagian itu tidak gelap total. Intestitas cahaya fill light diberi secukupnya, tidak boleh lebih terang dari key light. Pada prinsipnya key light adalah cahaya utama, dan instensitasnya lebih tinggi dibanding fill light. Pada contoh adegan di atas, setelah mendapat key light perhatikan bagian VERA yang kurang mendapat cahaya atau gelap sama sekali. Beri tambahan cahaya secukupnya pada bagian gelap tersebut. Back Light adalah cahaya yang digunakan untuk menerangi back ground (latar belakang obyek). Gunanya adalah untuk memisahkan obyek dengan latarnya. Bila back ground tidak diberi cahaya yang memadai seringkali obyek tampak menyatu dengan latarnya. Dalam adegan di stasiun tersebut di malam hari, antara VERA dan bangunan stasiun harus dibedakan. VERA telah mendapat key light dan fill light, sedang bangunan belum mendapat cahaya (karena tidak ada matahari). Beri cahaya secukupnya agar tampak wajar di dalam gambar. NB Admin. : Pasti belum pada puas kan tentang DoP ni, btar bakalan diperbanyak lagi materinya ... mohon doain biar dapet banyak bahan ... ilustrasi menyusul aja ok ... males masukin ke Blog. Sumber : CD Interaktif Program Bimbingan anak Sampoerna (PBA) Karya Kita Bengkel Film Pemula

Read more!
Minggu, Desember 23, 2007 0 komentar

Pre Production - Director Section

Pre Production Director Section

Penyutradaraan
Sebagai sutradara ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dan kerjakan, yakni:
1. Director's treatment
2. Shotlist
3. Storyboard
4. Casting
5. Reading
6. Rehearsal
7. Continuity

1. Director's treatment
Adalah gaya penyutradaraan yang ingin kita terapkan dalam film kita. Harap diperhatikan untuk skenario yang sama bisa dihasilkan 5 film dengan gaya yang berbeda lewat 5 orang sutradara yang berbeda. Tiap sutradara bisa memperlakukan sebuah skenario dengan cara yang berbeda-beda. Hal inilah yang menyebabkan adanya berbagai gaya penyutradaraan yang berbeda.

Contoh beberapa sutradara-sutradara yang dikenal memiliki karakter unik adalah:
1. Coen bersaudara (Barton Fink, 1991; Fargo, 1996; The Big Lebowski, 1998; Oh Brother Where Art Thou? 2000),
2. John Woo (Face/Off, 1997; Black Jack,1998; Mission Impossible 2, 2000)
3. Zhang Y Mao (Ju Dou 1990; Raise the Red Lantern, 1991; Shanghai Triad 1995; The Road Home, 1999; Not One Less 1999; Crouching Tiger Hidden Dragon, 2000; Hero, 2003),
4. Wachowski bersaudara (Matrix, 1999 dan Matrix Reloaded, 2003),
5. Teguh Karya (Wajah Seorang Lelaki, 1972; November 1828, 1979; Usia 18, 1980; Di balik Kelambu, 1983; Badai Pasti Berlalu, 1981; Doea Tanda Mata, 1985; Secangkir Kopi Pahit, 1985; lbunda 1986),
6. Garin Nugroho (Cinta Dalam Sepotong Roti, 1991; Bulan Tertusuk llalang, 1995; Daun Di Atas Bantal, 1998; Puisi Tak Terkuburkan, 2000),
7. Tim Burton (Batman, 1989; Edward Scissorhands, 1990; Batman Returns, 1992; Ed Wood, 1994; Sleepy Hollow 2000).

John Woo misalnya, setelah sukses di Hongkong dengan sederetan film aksinya, ia melenggang ke Hollywood. Paramount Pictures, salah satu perusahaan besar di Hollywood, merekrutnya untuk menggarap Face/Off tahun 1997. Lewat film itu ia tercatat sebagai sutradara Asia pertama yang dipercaya oleh studio besar Hollywood. Sebelumnya belum pernah ada sutradara Asia dari luar Amerika yang dipercaya menggarap film cerita di jalur mainstream Hollywood. la membawa angin segar untuk bentuk aksi dalam film-film Hollywood. "Warna Hongkong" kemudian juga terasa kental di film Matrix (Andy dan Larry Wachowski, 1999). Untuk Indonesia kita bisa Iihat sepak terjang Garin Nugroho di berbagai festival fillm internasional. Berkat ketekunannya mengangkat "isu dan warna tradisi Indonesia" dalam film-filmnya, ia menggondol sedikitnya 23 penghargaan internasional.

Hal-hal yang mempengaruhi director's treatment adalah warna, gerakan kamera, penyampaian cerita dan gaya editing.

Warna bisa mempengaruhi gaya misalnya sutradara menampilkan warna (colour tone) yang berbeda untuk tiap pemunculan karakater berbeda; warna kecoklatan dipakai untuk tokoh VERA yang melankolis, sedang warna cenderung merah untuk tokoh lain yang pemberani, atau biru untuk tokoh misterius. Ini hanya sekedar contoh, silakan tentukan sendiri warna yang diinginkan. Umumnya hanya tokoh kunci yang ditonjolkan karakternya. Bisa juga tidak dilakukan pembedaan warna berdasarkan karakter tapi berdasarkan suasana dalam tiap adegan film. Kelompokkan adegan-adegan dalam dua atau tiga kelompok dan beri penekanan warna yang berbeda. Misal: kelompok adegan sedih dan mengharukan diberi penekanan agak suram. Untuk kelompok adegan penuh pengharapan warnanya dibuat lebih terang. Sekali lagi ini hanya contoh belaka. Sesuaikan mood dan karakter film kita dengan keinginan kita. Tentunya kita mesti konsisten dan bisa memberikan argumentasi yang baik atas pilihan warna tersebut.

Gerakan kamera memberi efek yang besar bagi penonton. Untuk itu kelompok adegan yang telah kita buat di atas ada baiknya diperlakukan berbeda pula lewat gerakan kamera. Misal kelompok pengharapan lebih banyak ditampilkan dengan gerakan kamera yang dinamis dan variatif, sementara adegan sedih diberi gerakan kamera statis atau lambat sekali.

Penyampaian cerita bisa dilakukan lewat paduan antara narasi dan dialog. Bisa saja kita membuat narasi lebih dominan atau tanpa narasi sama sekali. Tiap paduan menghasilkan efek berbeda kepada penonton. Silakan tentukan paduan yang paling pas untuk skenario kita. Bila ada perubahan mendasar karena gaya penyampaian cerita kita, diskusikan dengan penulis skenario. Pastikan agar is bisa menerima gaya kita dan tidak tersinggung. Sekali lagi sesuaikan dengan film kita masing­masing. Tidak ada formula yang mujarab untuk semua skenario film. Tiap film mesti diperlakukan secara khusus.

Gaya editing seperti apa yang diinginkan dan pikir cocok untuk film kita harus sudah didiskusikan sejak awal dengan editor. Misalnya yang diinginkan adalah tempo cerita yang cepat untuk memukau penonton lewat aliran cerita/ konflik yang bertubi-tubi, maka mintalah editor memikirkan cara memotong dan menyambung tiap shot dan atau scene dengan tempo yang cepat. Diskusikan dengan cermat apakah gaya seperti ini tepat untuk film kita. Perlukah animasi, efek visual atau bentuk grafis lainnya dalam film tersebut? Bagaimana dengan suara atau musiknya? Silakan berembuk dengan editor dan penulis skenario.

2. Shotlist Shot adalah bagian dari sebuah adegan. Satu adegan bisa terdiri dari satu atau lebih shot. Rencanakan dengan cermat dari sudut mana saja sebuah adegan akan kita shoot. Kumpulan urutan shot dari tiap adegan dalam film disebut shotlist. Tanpa shotlist bisa saja film selesai dikerjakan. Namun dengan bantuan shotlist proses shooting akan jauh lebih mudah dilaksanakan. Semua kru juga jadi mengetahui benar apa yang mereka harus siapkan dan lakukan. Cara termudah mengurai adegan dalam bentuk shot adalah dengan membuat script breakdown.

3. Storyboard
lihatlah penjelasannya dalam topik Sutradara di Materi Menyusun Tim Produksi

4. Casting
Siapa yang pas memerankan `VERA, siapa pula yang tepat untuk bermain menjadi anak si `VERA? Proses memilih pemeran untuk sebuah film disebut casting. Proses ini dibagi menjadi dua tahap. Pertama, seorang casting director menyeleksi sejumlah calon pemeran yang disediakan oleh seorang talent coordinator. Berdasarkan skenario dan arahan sutradara serta casting director, seorang talent coordinator mengundang sejumlah calon pemeran, biasanya tergabung dalam agen penyalur model (model agencies), yang telah diseleksi sesuai atau mendekati kriteria.

Setelah sejumlah calon pemeran terkumpul, casting director kemudian melakukan tugasnya.

Apabila skenario menggambarkan karakter `VERA sebagai tokoh yang melankolis, casting director bisa meminta para calon pemeran untuk membaca dan memerankan penggalan cerita dari skenario. Umumnya penggalan yang diambil adalah yang bisa menggambarkan sekelumit tentang karakter `VERA. Aktivitas dalam proses seleksi ini biasanya mengacu pada apa yang tercantum dalam skenario atau berdasarkan permintaan dari periset dan sutradara.

Tahap kedua dari proses casting ini adalah menyerahkan calon pemeran yang dipandang sesuai kriteria untuk diseleksi oleh sutradara. Berdasarkan hasil kerjanya, casting director menyodorkan daftar berisi nama-nama calon pemeran yang paling memenuhi syarat. Jangan lupa casting director harus menyertakan evaluasi dan argumentasinya, ini diperlukan guna memperkecil peluang kolusi.

Selain mengenal seluk beluk akting, casting director ini sebaiknya merupakan orang-orang dengan latar belakang pengetahuan atau pengalaman yang cukup di bidang psikologi atau sosiologi. Latar belakang ini membekali casting director dengan sensivitas yang tajam untuk mencari calon-calon pemeran yang sesuai dengan skenario, arahan sutradara dan hasil kerja periset. Kerja casting director dinilai baik apabila calon-calon yang is ajukan sesuai dengan kriteria. Secara matematis, apabila lebih dari 70 persen calon pemeran dinilai sesuai, maka casting director tersebut bagus kerjanya. Apabila patokan ini meleset, bisa jadi casting director kita tidak melakukan kerjanya dengan baik sehingga calon-calon yang potensial justru terlewat.

Di Indonesia, pekerjaan casting director ini kerap dikerjakan oleh asisten sutradara, sutradara dan/atau produser. Pertama adalah karena jarang ada orang film yang menguasai bidang psikologi atau sosiologi, sehingga kualifikasi casting director ala Hollywood sulit didapat. Kedua, para produser cenderung menjadi dominan dan ingin menentukan semua hal, mulai dari pemilihan cerita, kru, pemeran sampai hasil akhir film.

Untuk konteks film eksperimen atau film buatan mahasiswa, kerja rangkap ini lazim terjadi. Wajar apabila satu orang memegang beberapa fungsi sekaligus, ini merupakan bagian dari proses belajar. Namun apabila produksi film memiliki anggaran yang cukup, sebaiknya jangan sampai ada pekerjaan rangkap. Biarkan tiap orang fokus pada posisinya agar dapat menghasilkan yang terbaik. Tambahan lagi, ini sekaligus berarti membuka kesempatan belajar dan menimba pengalaman. Dengan begitu, akan tumbuh sumber daya manusia (SDM) perfilman yang terampil dan berpengalaman. Akhirnya, produser tak lagi menjadi pihak yang memegang dominasi dalam sebuah produksi film.

5. Reading
Setelah para pemeran terkumpul, tahap berikutnya adalah mengarahkan para pemeran sesuai dengan skenario dan pencapaian kreatif sang sutradara. Yang pertama dilakukan adalah duduk bersama-sama dan membaca skenario (reading) sesuai porsinya, dibimbing oleh asisten sutradara.

Guna reading adalah untuk mengetahui durasi dialog dalam sebuah adegan sehingga durasi adegan tersebut dapat diperkirakan. Dari sini, asisten sutradara akan mendapatkan perkiraan durasi film yang lebih akurat. Informasi ini juga berguna untuk menyiapkan bahan baku sesuai dengan shooting ratio sehingga anggaran pun bisa disesuaikan. Selain itu, reading membantu para pemeran dalam melafalkan dialog dan tata gerak sesuai dengan yang mereka harus lakukan dalam film nanti. Bila ada hal yang dirasakan kurang pas, perubahan skenario juga mungkin dilakukan pada tahap ini. Reading membantu memperkecil hambatan yang mungkin muncul selama shooting berlangsung. Cara paling praktis unutk memprediksi durasi film adalah dengan memakai stopwatch. Mulai hitung waktu ketika adegan pertama dimulai. Mungkin saja tidak langsung dialog. Baca saja semua keterangan yang tertera dalam skenario, termasuk keterangan aksi dan dialog. Catatan waktu yang dibutuhkan untuk membaca seluruh skenario dari awal sampai akhir. Waktu yang tertera dalam stopwatch adalah perkiraan durasi film kita nantinya.

6. Rehearsal
Setelah beberapa kali melakukan reading, para pemeran melakukan rehearsal (latihan) sesuai porsinya dibawah bimbingan asisten sutradara. Dalam proses rehearsal, tata gerak (blocking), mimik dan Bahasa tubuh pemeran diarahkan sesuai dengan keinginan sutradara. Asisten sutradara mengarahkan semua perbaikan, termasuk juga membangun kepercayaan diri dan mood pemeran. Dengan demikian, pada saat shooting semuanya bisa berjalan dengan lancar.

Dalam tahap akhir rehearsal, libatkan penata fotografi dan penata artistik dalam tim kita. Ketika pemeran melatih blocking, penata fotografi bisa merancang gerakan kamera (camera movement) dan sudut kamera terbaik untuk tiap adegan. Segala keperluan kamera bisa didiskusikan dan diantisipasi di tahap ini, sehingga aneka kebutuhan mendadak bisa dihindari. Penata artistik juga bisa memanfaatkan momen ini untuk menyiapkan semua kebutuhan, sesuai dengan blocking pemeran, camera movement penata fotografi dan keinginan sutradara. Departemen artistik juga bisa menyiapkan tata busana dan tata rias. Semua jenis dan ukuran pakaian serta perhiasan dan aksesorisnya disiapkan dengan seksama. Kalau film kita membutuhkan efek tata rias khusus, sutradara bisa meminta penata rias (make up artist) untuk mencobanya kepada pemeran sehingga sutradara, penata artistik dan penata fotografi bisa memperoleh gambaran dan dapat saling berdiskusi.

Apabila rehearsal berjalan baik, maka waktu dan biaya untuk shooting tak perlu habis dengan percuma. Lebih baik menyisihkan waktu dan biaya untuk melakukan rehearsal ketimbang membuang uang dan menyia-nyiakan waktu untuk segala kerepotan yang tidak menyenangkan saat shooting. Memang tak semua adegan bisa dilatih dalam rehearsal. Adegan kolosal misalnya, biasanya tak melewati proses rehearsal lantaran ada begitu banyak orang yang terlibat. Namun pastikan agar para pemeran kunci adegan kolosal tersebut paham apa yang mereka mesti lakukan, sisanya dapat diarahkan pada saat shooting berlangsung.

Apabila kita tak punya waktu cukup untuk rehearsal, utamakan adegan-adegan dengan dialog panjang atau yang melibatkan banyak orang. Karena kemungkinan kesalahan lebih besar terjadi pada adegan-adegan tersebut, mintalah asisten sutradara kita untuk berkonsentrasi pada bagian itu.

7. Script Continuity (Kesinambungan)
Umumnya, proses pengambilan gambar berbeda dengan alur skenario. Skenario memuat rangkaian adegan yang diurut dengan nomor adegan (scene number). Shooting sendiri umumnya tidak berjalan sesuai dengan nomor adegan melainkan berdasarkan lokasi. Adegan-adegan yang dilakukan di lokasi yang sama dikelompokkan untuk kemudian dishoot dalam satu periode waktu. Nanti di tahap pasca produksi, adegan-adegan ini diurut‑ kan kembali berdasarkan nomor adegan.

Masalah yang sering terjadi adalah ketidaksinambungan (discontinuity). Ketika adegan-adegan tersebut mesti ditata ulang berdasarkan skenario, baru diketahui bahwa ada hal-hal yang tidak berkesinambungan. Ini bisa berupa masalah gerak, arah gerak dan pandangan pemeran (screen direction) yang berbeda dan kikuk ketika disandingkan, property yang bergeser tempatnya atau pemilihan kata yang tidak konsisten dalam dialog. Keganjilan ini amat mengganggu kenikmatan menonton film. Karenanya departemen penyutradaraan harus memperhatikan kesinam‑ bungan antara adegan satu dengan adegan lain dengan amat cermat.

Penanggungjawab script continuity ada di tangan script supervisor. Dengan membuat koordinasi bersama asisten sutradara, script supervisor mencermati segala hal yang tampak dalam frame dan mencermati tiap adegan satu per satu. Script supervisor harus jell melihat tata rias, busana, posisi pemeran maupun intonasi pada dialog. Pekerjaan ini memang sangat penting sekaligus melelahkan. Oleh karenanya, pastikan jangan sampai posisi ini dirangkap.

`Mood Continuity'
Yang juga harus dijaga kesinambungannya adalah kondisi fisik dan mental pemeran, mulai dari sebelum hingga pada saat shooting berlangsung. Ini menjadi tanggung jawab asisten sutradara. Asisten sutradara kemudian berkoordinasi dengan asisten produksi untuk menjaga mood sepanjang shooting. Asisten sutradara mesti rajin berdialog dengan para pemeran untuk memastikan kesiapan pemeran untuk shooting hari itu dan hal-hal apakah yang membuat mereka merasa tidak nyaman di lokasi. Mintalah pemeran untuk berlatih selagi lampu dan perlengkapan ditata. Selain untuk memperdalam pemahaman peran, ini juga agar pemeran menjadi terbiasa dengan atmosfer di set.

Kesinambungan kondisi fisik dan mental ini juga penting demi mematuhi jadwal dan ketentuan yang telah digariskan oleh departemen produksi. Kelancaran shooting hanya bisa berlangsung apabila semua kru dan pemeran patuh pada jadwal. Sebaliknya, departemen produksi memperhatikan semua keperluan para kru dan pemeran. Lewat asisten produksi, departemen produksi harus memastikan bahwa semua kru dan pemeran berada dalam kondisi yang baik agar semua jadwal dan ketentuan terpenuhi seperti yang direncanakan. Pendeknya, departemen produksi bertugas merawat seluruh kru dan pemeran dalam produksi film.

Sumber :
CD Interaktif
Program Bimbingan anak Sampoerna (PBA) Karya Kita
Bengkel Film Pemula



Read more!
Minggu, Desember 23, 2007 0 komentar

Pre Production - Producer Section - Seputar Kontrak Kerja


Pre Production
Producer Section
Seputar Kontrak Kerja

Setelah komposisi tim produksi tersusun, hal berikut yang harus dilakukan adalah menyiapkan kontrak kerja. Di Indonesia, kontrak kerja dalam produksi film cenderung diabaikan. Dalam produksi iklan televisi misalnya, umumnya kontrak kerja dilakukan secara lisan bahkan via telepon tanpa perlu tatap muka. Ini lantaran masa pra produksi dan hari shooting yang amat singkat. Lagipula, toh para kru iklan televisi lazimnya sudah punya bekal pengalaman yang cukup, sehingga kemampuan kerja mereka pun sudah dikenal dengan baik.

Hal tersebut bukanlah contoh yang baik. Kontrak kerja antara produser atau manajer produksi dengan kru merupakan hal yang penting. Melalui kontrak kerja, segala hak, kewajiban dan sanksi yang mengikat kedua belah pihak tertera hitam di atas putih. Ini mendidik semua pihak untuk lebih bersikap hati-hati dan taat pada komitmen.

Umumnya kontrak kerja disiapkan oleh produser atau manajer produksi sebagai pihak yang menyewa kru sesuai dengan jasa dan keahliannya. Dalam menyusun kontrak kerja, jangan sekedar memikirkan hak kita semata selaku produser atau manajer produksi. Pikirkan juga hak kru dan kewajiban yang harus kita penuhi agar kontrak kerja kita masuk akal dan adil untuk semua pihak.

Idealnya, kontrak kerja mencakup semua aspek dalam produksi film kita. Peran penasihat hukum membantu kita merancang kontrak kerja yang bisa mengakomodasikan hal ini. Paparkan pada penasihat hukum tentang semua jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh tim kerja kita berikut semua deskripsi kerja para kru yang terlibat. Jangan lupa, ada beberapa pekerjaan seperti peran editor yang bare bisa dilaksanakan pada tahap pasca produksi. Boleh jadi kru seperti ini membutuhkan kontrak kerja yang berbeda dengan yang lain. Penjelasan tentang hal-hal semacam ini bisa membantu penasihat hukum merancang kontrak yang fair untuk semua pihak.

Kontrak kerja sendiri sebaiknya juga fleksibel. Sediakan pasal tambahan (addendum) yang menyatakan bahwa segala hal yang belum tercakup dalam kontrak kerja akan dibicarakan dan disepakati kemudian. Sebelum sepakat untuk menandatangani kontrak kerja, cermati lagi redaksional dari tiap kata-kata yang tercantum dengan hati-hati. Semua pihak harus mempelajari dengan cermat isi dari kontrak kerja tersebut.

Kontrak kerja umumnya berisi hal-hal sebagai berikut:
Hak Produser atau Manajer Produksi :
1. Menentukan dan mengatur jadwal kerja, termasuk jumlah hari dan jam kerja yang dibutuhkan.
2. Menentukan dan mengatur soal konsumsi, akomodasi dan transportasi.
3. Menjadi pemegang hak cipta atas seluruh hasil produksi film.
4. Menentukan mekanisme pembayaran honor

Kewajiban Produser atau Manajer Produksi: 1
1. Mematuhi jadwal kerja yang sudah disepakati
2. Menyediakan konsumsi, akomodasi dan transportasi untuk keperluan shooting.
3. Mencantumkan nama dan predikat kru sesuai yang tertera di dalam kontrak.
4. Memenuhi mekanisme pembayaran seperti yang sudah disepakati.

Sanksi
Ini bisa berbentuk pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak apabila kontrak kerja dilanggar oleh salah satu pihak.

Berikut ini sebuah contoh kontrak kerja yang bisa dipelajari. Jangan lupa, tiap produksi punya karakternya sendiri-sendiri. Contoh kontrak kerja ini mestilah kita kembangkan sehingga cocok dengan produksi film kita.

(Gambar surat kontraknya nyusul aja ... lupa di bawa heheheh :-))


Sumber :
CD Interaktif
Program Bimbingan anak Sampoerna (PBA) Karya Kita
Bengkel Film Pemula

Read more!
Minggu, Desember 23, 2007 0 komentar

Pre Production - Producer Section - Menyusun tim produksi

Pre Production Producer Section Menyusun tim produksi
Di bagian awal dan akhir sebuah film, acap kali kita menyaksikan daftar tim produksi dan pemeran fim tersebut. Daftar ini disebut credit. Konvensi membagi daftar ini menjadi dua. Nama pemeran utama, pemeran pembantu utama dan kepala masing-masing departemen dalam tim produksi diletakkan di awal film (opening). Sisanya diletakkan di bagian akhir film. Lewat credit, kita bisa membaca tingkat kerumitan sebuah produksi film. Credit dapat membantu kita mempelajari bagaimana menyusun sebuah tim kerja untuk keperluan sebuah produksi film, sesuai dengan tingkat kesulitan dan karakter pekerjaan masing-masing. Sayangnya, credit sering sekali luput dari penghargaan. Begitu credit muncul di layar seusai film, lampu dinyalakan agar penonton lekas-lekas keluar sehingga ruangan bisa segera dibersihkan untuk menerima penonton jam pertunjukkan berikutnya. Padahal boleh jadi ada penonton yang ingin mencermati siapa-siapa saja yang terlibat dan bagaimana struktur tim kerja produksi film tersebut. Hanya melalui kerja keras mereka yang namanya tercantum di credit title-lah, sebuah film bisa dinikmati oleh penonton. Mari kita tinjau siapa-siapa saja yang terlibat dalam produksi sebuah film. Umumnya, tim kerja yang terlibat dalam produksi film terbagi dalam departemen-departemen seperti berikut ini : 1. Departemen Produksi yang dikepalai oleh para produser. 2. Departemen Penyutradaraan yang dikepalai oleh sutradara. 3. Departemen Kamera yang dikepalai oleh penata fotografi. 4. Departemen Artistik yang dikepalai oleh desainer produksi atau penata artistik. 5. Departemen Suara yang dikepalai oleh penata suara. 6. Departemen Editing yang dikepalai oleh editor. Di beberapa literatur tentang manajemen produksi, terkadang jumlah departemen yang tercantum lebih banyak lagi. Hal yang penting kita ingat adalah bagaimana caranya tim kerja tersebut disusun agar tiap orang yang terlibat bisa bekerja dengan baik dalam sebuah struktur organisasi yang ramping dan efektif. Setidaknya tim produksi kita harus punya enam departemen berikut kepalanya. Tiap kepala departemen ini bertanggungjawab atas semua hasil kerja yang dilakukan oleh anak buah yang tergabung dalam departemennya. Untuk itu, komunikasi yang baik antar departemen dan antar kru mutlak dibutuhkan. Setiap kepala departemen mesti paham akan apa yang harus dilakukan dalam departemen yang mereka pimpin. Segala informasi yang dirasa perlu mesti mereka sebarkan dengan baik kepada masing-masing anggota. Dengan demikian, seluruh kru bisa memberikan kontribusi yang terbaik agar shooting dapat diselesaikan sesuai rencana dengan baik, serta berharap mendapatkan hasil yang terbaik. Jelas sudah bahwa membuat film butuh kerjasama antar banyak orang. Di antara sekian banyak orang yang terlibat, ada yang disebut sebagai tim inti. Tim inti adalah mereka yang semenjak awal terlibat dalam produksi film kita dan kerjanya menjadi acuan rekan kerja yang lain. Dalam kelompok kecil ini, segala diskusi dimatangkan dengan sempurna. Nantinya kerja anggota tim lain dikoordinasikan berdasarkan hasil kerja tim inti kita. Siapa saja yang tergabung dalam tim inti? Bagian berikut ini akan merinci siapa-siapa saja yang termasuk di tim ini. Setidaknya ada enam orang yang kita butuhkan dalam tim inti yaitu: produser, sutradara, manajer produksi, disainer produksi, penata fotografi dan asisten sutradara 1. Bagian berikut ini memuat penjelasan peran dari keenam orang yang dibutuhkan dalam tim inti kita. 1. Produser/Producer Produser mengepalai departemen produksi yang biasa jadi penggerak awal sebuah produksi film. Sebagaimana kerap tercantum dalam opening credit title, ada lebih dari satu orang yang menyandang predikat setara produser dalam sebuah produksi film. Mari kita simak satu per satu. Executive Producer(s) Predikat ini umumnya disandang oleh satu atau sejumlah orang yang menjadi inisiator produksi sebuah film. la atau merekalah yang bertanggungjawab atas pra produksi proposal dan penggalangan dana produksi. Pada kasus-kasus tertentu, produksi suatu film didanai oleh lebih dari satu institusi. Umumnya institusi-institusi tersebut memiliki wakil untuk menyandang predikat ini. Di Indonesia, seringkali executive producer diterjemahkan menjadi produser pelaksana. Penerjemahan tersebut agak kurang tepat. Dalam sebuah produksi film, tidak ada produser pelaksana. Yang melaksanakan produksi adalah produser beserta departemen produksi yang ia pimpin. Associate Producer(s) Associate producer adalah satu atau sejumlah orang yang punya hak mengetahui jalannya produksi maupun mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar produksi. Sekalipun demikian, associate producer tak punya hak untuk mencampuri segala keputusan yang diambil dalam sebuah produksi fim. Predikat yang kurang jelas ukurannya ini lazim 'dijual' demi kepentingan pembiayaan produksi film. Predikat ini acap diberikan kepada satu atau lebih orang atau institusi yang punya jasa cukup besar bagi sebuah produksi film dan/atau meminta 'bagian' dalam tim inti produksi film. Kadang-kadang predikat ini diberikan pula pada manajer produksi yang terlibat sampai ke tahap pasca produksi. Produser/Producer(s) Predikat ini disandang oleh orang yang memproduksi sebuah film, bukan membiayai atau menanam investasi dalam sebuah produksi film. Tugas seorang produser adalah memimpin seluruh tim produksi sesuai tujuan yang ditetapkan bersama, baik dalam aspek kreatif maupun manajemen produksi, sesuai dengan anggaran yang telah disepakati oleh executive producer(s). Apabila kita tidak punya latar belakang pengetahuan maupun pengalaman yang memadai tentang produksi film, ada baiknya kita menyewa jasa seorang produser yang punya kapabilitas untuk itu. Pelajari baik-baik riwayat pekerjaannya karena jenis film yang pernah ia tangani akan sangat menentukan keberhasilan film kita. Sekali kita sepakat memakai jasanya, berikan kepercayaan sepenuhnya pada produser kita. Produser mempunyai otoritas membentuk tim kerja, biarkanlah ia bekerja secara maksimal tanpa kita intervensi. Memberi kepercayaan kepada produser tidak berarti kita kehilangan fungsi kontrol. Kita bisa menanyakan pertimbangan apa yang digunakan produser dalam mengambil keputusan dan apa dampaknya. Lewat pertanyaan-pertanyaan ini, kita bisa mengontrol kerja produser seraya belajar tentang seluk beluk produksi fim. Jika kita ingin mencoba menjadi produser bagi film kita sendiri, mulailah dari produksi film yang sederhana. Pelajari dengan baik seluruh tahapan produksi sebuah film seraya belajar mencari jalan keluar atas masalah-masalah yang mungkin muncul. Pelajari peran masing-masing departemen dan cara mereka saling berinteraksi. Berkomunikasilah dengan semua kepala departemen dan catat apa yang mereka dapat dan ingin perbuat untuk memaksimalkan produksi film kita. Sebagai produser, kita dituntut menjadi orang yang bisa menyelesaikan masalah dan yang mampu berdiri sebagai penengah. Line Producer(s) Line producer(s) tak ubahnya seorang penyelia (supervisor). Tugasnya membantu memberi masukan dan alternatif atas masalah-masalah yang dihadapi oleh seluruh departemen dalam Iingkup manajerial dan dalam batasan anggaran yang sudah disepakati. Line producer tidak ikut campur dalam urusan kreatif. Dengan begitu, line produser tidak terlibat dalam proses casting (penentuan pemeran) dan pengembangan skenario. Jabatan ini menjadi perlu apabila executive producer, produser dan/atau manajer produksi yang terlibat di dalam tim tidak cukup menguasai manajemen produksi. Line producer terkadang diminta oleh sejumlah sutradara yang sudah mapan yang merasa dapat bekerja dengan Iebih nyaman apabila didampingi oleh orang yang kenal cara dan ritme kerjanya. Apabila produser dan manajer produksinya mampu mengelola kerja seluruh tim produksi dengan efektif, maka jabatan line producer bisa ditiadakan. 2. Sutradara/Director Kerja sutradara dimulai dari membedah skenario ke dalam director's treatment yaitu konsep kreatif sutradara tentang arahan gaya pengambilan gambar. Selanjutnya, sutradara mengurai setiap adegan (scene) ke dalam sejumlah shot menjadi shot list yaitu uraian arah pengambilan gambar dari tiap adegan. Shot list tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam story board yaitu rangkaian gambar ala komik yang memuat informasi tentang ruang dan tata letak pemeran (blocking) yang nantinya akan direkam menjadi sebuah film. Berbekal director's treatment, shot list dan story board, maka script breakdown bisa dikerjakan. Sutradara kemudian memberi pengarahan tentang film apa yang akan dibuat. Untuk itu, sutradara harus berkomunikasi secara intensif dengan desainer produksi, asisten sutradara, penata fotografi, penata artistik, penata suara dan editor. Memiliki daya visual dan kemampuan berkomunikasi dengan baik adalah modal penting sebagai seorang sutradara. 3. Manajer Produksi/Production Manager Kerja seorang manajer produksi berperan sebagai koordinator harian yang mengatur kerja dan memaksimalkan potensi yang ada seluruh departemen yang ada dalam produksi sebuah film. Dialah yang paling bertanggung jawab dalam operasional produksi mulai dari tahap pra produksi hingga produksi usai, baik itu urusan administrasi, anggaran, perlengkapan shooting (equipment), logistik, transportasi maupun akomodasi. Tiap hari ia membuat check list, mendaftar apa yang sudah dan yang belum dikerjakan, sambil mengantisipasi masalah yang mungkin timbul dan menyiapkan alternatif pemecahannya. Pengetahuan teknis standar produksi film merupakan pra syarat mutlak bagi pengemban jabatan ini. Tanpa pengetahuan yang memadai, ia akan menemui kesulitan dalam melakukan koordinasi dan mengambil keputusan yang tepat. Manajer produksi berperan seperti komandan pemimpin pasukan yang misinya menyelesaikan produksi film on time (tepat waktu) dan on budget (sesuai anggaran); dua hal ini yang menentukan reputasi seorang manajer produksi. Dalam film produksi Hollywood jabatan ini ditulis sebagai Unit Production Manager atau disingkat UPM. Ia memiliki satu atau lebih pembantu yang disebut asisten produksi (production assistant). Dalam produksi-produksi film di Indonesia sering orang memanggil asisten produksi dengan sebutan unit. Unit dan Unit Manager adalah pembantu manajer produksi dalam kegiatan operasional sejak masa pra produksi. Istilah yang akan dipakai di sini adalah Asisten Produksi dan Manajer Produksi. Sebutan Manajer produksi lebih pas dibanding Pimpinan Produksi (pimpro) karena ia me-manage seluruh kegiatan harian produksi film tersebut. Pimpro lebih tepat untuk proyek-proyek lain, tapi tidak untuk produksi film. Begitu juga dengan Asisten Produksi yang lebih tepat karena ia bisa bergungsi mengerjakan semua hal dalam produksi film di bawah arahan Manajer Produksi. Sedangkan sebutan unit berkonotasi ke arah pembantu secara sempit. Asisten produksi adalah motor dari departemen produksi. Setiap tindakan di lapangan selalu diawali dan diakhiri oleh asisten produksi. Asisten produksilah yang memastikan agar semua keperluan shooting yang tercantum dalam script breakdown tersedia seraya melakukan pengecekan silang (cross check) ke semua departemen semenjak tahap pra produksi hingga shooting rampung. Apabila ada masalah yang tidak bisa ia atasi, barulah ia minta saran ke manajer produksi untuk mencari solusi. Untuk produksi yang lebih kompleks mungkin kita membutuhkan Koordinator Produksi (production coordinator) yang bergungsi menjadi koordinator beberapa asisten produksi dan bertanggung jawab kepada manajer produksi. Seorang manajer produksi yang baik mampu mengantisipasi masalah yang mungkin timbul dan menyiapkan alternatif-alternatif sehingga produksi berjalan sesuai rencana. Ia membantu produser untuk menjalankan produksi sesuai alokasi anggaran dan waktu yang telah disepakati; on time and on budget. Reputasi bagus manajer produksi adalah kemampuannya mendukung produser dan seluruh tim kreatif untuk menyelesaikan shooting sesuai rencana kreatif dan manajerial. Masih dalam konteks Hollywood, sebelum menjadi manajer produksi, seseorang harus bekerja selama 260 hari sebagai asisten sutradara 1 setelah sebelum menjalani 520 hari kerja sebagai asisten sutradara 2 (Singleton, 1996, hal 105-106). Apabila prasyarat ini yang dipakai, maka semakin langka lagi orang Indonesia yang memenuhi kualifikasi tersebut. Di Indonesia, seorang manajer produksi biasanya dicetak dari asisten produksi yang dididik dalam beberapa kali produksi film. Setelah mendapat pembekalan tentang pengetahuan standar produksi film, asisten produksi ini kemudian dipromosikan sebagai manajer produksi. Jalur lain adalah melalui asisten sutradara. Asisten sutradara yang baik umumnya mampu menjadi manajer produksi yang baik pula. Sayangnya, kebanyakan asisten sutradara enggan jadi manajer produksi dan lebih berannbisi menjadi sutradara. Di Indonesia, sutradara dianggap jauh lebih bergengsi ketimbang manajer produksi. Seiring dengan langkanya produksi film cerita di Indonesia, semakin jarang pula orang-orang yang memenuhi kualifikasi sebagai manajer produksi. Sekedar catatan, 'orang produksi' (istilah untuk mereka yang tergabung dalam departemen produksi) bertugas melayani semua kebutuhan produksi, sehingga orang produksi akan selalu berurusan dengan uang. Untuk itu, bijaksanalah dalam pengaturan uang ini. Catatlah dengan baik dan lengkap pemasukan dan pengeluaran agar jelas pertanggungjawabannya. Ini semua juga demi kebaikan seluruh proses produksi film kita. 4. Desainer Produksi/Production Designer Awalnya predikat ini diberikan kepada William Cameron Menzies, art director film Gone With the Wind (1939), karena is dianggap berperan lebih dari sekedar seorang art director. Menzies mendesain dan membuat sketsa untuk memvisualisasikan setiap shot dalam film Gone With the Wind tersebut. Ketika itu Hollywood membutuhkan waktu lama untuk melahirkan desainer produksi berikutnya setelah Wiliam Menzies. Tugas utama seorang desainer produksi adalah membantu sutradara menentukan suasana dan warna apa yang akan tampil dalam film. Desainer produksi menerjemahkan apa yang jadi keinginan kreatif sutradara dan merancangnya. Desainer produksi kemudian membimbing story board artist (juru gambar story board) untuk menghasilkan story board yang sesuai. Desainer produksi juga menata ruang dan tata letak perabot, merancang nuansa cahaya dan warna seraya menggeluti semua elemen kreatif seperti suara, tata rias, busana, property, luar bidang gambar dan tata letak pemeran. Seorang desainer produksi pun harus tahu lensa-lensa apa saja yang bisa menciptakan efek yang sesuai dengan keinginan sutradara sampai ke gerak kamera apa saja yang dapat membuat sebuah adegan tampak mengesankan. Untuk itu, diperlukan pengetahuan luas dalam soal kreatif dan teknis agar seorang desainer produksi mampu menuangkan keinginan sutradara menjadi sebuah rancangan yang mudah dimengerti oleh semua kepala departemen. Saat ini di Inggris dan Hollywood, hampir setiap produksi film menuntut kehadiran seorang desainer produksi. Di Indonesia sendiri jabatan ini masih langka. Prasyarat memiliki pengetahuan luas adalah salah satu sebab posisi ini jarang terisi. Biasanya fungsi kerja ini dilakukan bersama-sama antara sutradara, penata artistik dan penata fotografi. Memang banyak pihak yang belum menyadari pentingnya arti desain produksi dalam sebuah film. Malah beberapa orang mengartikan desain produksi sebagai sebuah rancangan manajerial dalam produksi film. Ketidaktahuan ini menjadi semakin salah kaprah ketika diterapkan dalam banyak produksi film dalam waktu yang lama. Akhirnya desain produksi kehilangan esensinya. Bila kita memproduksi sebuah film, maka sangatlah dianjurkan untuk membuat desain produksi terlebih dahulu agar story board film kita dapat menjadi acuan yang baik bagi kelangsungan shooting secara keseluruhan. 5. Penata Fotografi/Director of Photography Begitu story board disepakati, kini giliran penata fotografi (director of photography/DOP) yang bekerja. Melalui diskusi dengan desainer produksi, sutradara, asisten sutradara dan penata artistik, penata fotografi mendapat gambaran lengkap tentang apa Baja yang berlangsung dalam set, bagaimana sebuah adegan berlangsung dan efek apa yang ingin dicapai. Kemudian ia merancang tata cahaya dan tata kamera yang sesuai kemudian menyusun daftar seputar lampu yang akan dipakai, kamera yang dibutuhkan, jenis film, lensa dan filter lensa serta peralatan khusus lainnya. Daftar tersebut kemudian ia serahkan kepada manajer produksi yang akan memenuhi kebutuhan tersebut. Bersama manajer produksi ia memastikan semua kebutuhan itu terpenuhi. Bila ada hal yang tidak bisa dipenuhi - misalnya alai tersebut tidak terdapat di Indonesia dan tidak mungkin untuk menyewanya dari luar negeri - ia berupaya mencari solusinya. Anggaran bukanlah faktor penghambat pengadaan perlengkapan shooting. Manajer produksi akan dan harus mengupayakan tersedianya segala kelengkapan yang dibutuhkan untuk kelangsungan shooting. Untuk itu kembali ia berdiskusi dengan sutradara, desainer produksi dan manajer produksi untuk mencari alternatif lain. Sedangkan untuk urusan tata cahaya, setelah rampung merancang komposisi lampu dan filter, penata fotografi menyerahkan kepada penata cahaya (gaffer atau chief lighting) untuk bekerja bersama asistennya demi menciptakan komposisi sesuai hasil rancangan penata fotografi. Singkatnya, secara teknis, seorang penata fotografi menentukan kualitas gambar yang terekam dalam film kita. Di Indonesia, selama bertahun-tahun jabatan penata fotografi sering disalahartikan sebagai operator kamera (cameraman). Operator kamera adalah orang yang mengoperasikan kamera, sementara penata fotografi mengepalai departemen yang bisa terdiri dari sejumlah operator kamera. Penata fotografilah yang mengkoordinasikan seluruh anggota departemennya untuk menghasilkan gambar yang diinginkan untuk film tersebut. Sementara operator kamera bertanggung jawab mengoperasikan kamera, tanpa menentukan lensa atau filter kamera apa yang cocok atau jenis dan filter lampu apa yang dipakai. Pendeknya, penata fotografi merancang apa yang harus dilakukan oleh para operator kamera. Penyebab salah kaprah tersebut adalah karena tidak memahami perbedaan antara operator kamera dan penata fotografi. Karenanya, operator kamera dan penata fotografi dianggap sama. Selain itu, biasanya tidak tersedia biaya yang terpisah untuk menyewa penata fotografi dan operator kamera. Minimnya produksi film, terutama semenjak tahun 1992, juga punya andil tersendiri. Untuk menjadi penata fotografi yang baik, seseorang operator kamera mestinya punya jam terbang yang memadai. Karena produksi film anjlok, kesempatan belajar pun menjadi sempit dan tenaga terampil menjadi langka. Seiring dengan berjalannya waktu, produksi sinetron marak berkembang. Ini memberi kesempatan kepada sejumlah operator kamera untuk mengasah keterampilannya agar bisa naik jabatan menjadi penata fotografi. Uniknya, sekalipun beberapa sudah mampu menjadi penata fotografi, kebanyakan masih senang mengoperasikan kamera. 6. Asisten Sutradara 1/First Assistant Director Di tahap pra produksi, diperlukan seseorang untuk membantu sutradara menerjemahkan hasil director's treatment ke dalam script breakdown dan shooting schedule. Orang ini diberi predikat asisten sutradara 1. Asisten sutradara 1 ini jugalah yang mendikusikan segala keperluan shooting dengan manajer produksi. Apabila seorang sutradara mempunyai seorang asisten sutradara 1 dan manajer produksi yang baik, maka bisa dibilang sutradara tersebut tinggal terima jadi karena semua yang ia butuhkan sudah tersedia. Tips. 1. Kalian bisa saja merangkap sekaligus dua atau tiga jabatan dalam produksi film. Hal yang paling penting adalah masing ‑ masing anggota tim produksi tahu tugasnya dan mampumenjalankan tugasnya dengan baik. 2. Upayakan mendapat surat pernyataan dari tiap kru, pemain, pengisi suara, pemilik lokasi dan pencipta lagu yang menyatakan bahwa tiap individu tersebut mendukung produksi film kita dan merelakan upayanya digunakan dalam film kita (misal: suara, gambar, lagu atau lokasinya). Agar lebih jelas silakan lihat bagian KONTRAK KERJA Sumber : CD Interaktif Program Bimbingan anak Sampoerna (PBA) Karya Kita Bengkel Film Pemula

Read more!
Rabu, Desember 19, 2007 9 komentar

IDe Cerita

Pengembangan Skenario


Skenario adalah bentuk tertulis dari cerita atau isi yang terkandung dalam sebuah film. Sepintas skenario atau screenplay mirip dengan naskah drama. Informasi ruang, waktu, peran dan aksi dalam screenplay ditujukan untuk kepentingan perekaman gambar sehingga kerap ditemui istilah teknis yang berbeda. Dalam naskah drama istilah teknis itu tidak dikenal. Misal: istilah interior/eksterior dalam screenplay sangat menentukan bagaimana cara adegan itu difilmkan. Interior menunjukkan cahaya utamanya kemungkinan besar bukan matahari, hal ini tentu bukan masalah mendasar bagi sebuah pertunjukan drama. Eksterior dalam drama tidak berpengaruh besar karena umumnya pertunjukannya dilakukan di dalam ruangan dengan tata cahaya buatan. Sekarang kita melangkah untuk mendalami bagaimana sebuah skenario atau screenplay itu dibuat.

Awal dari perjalanan panjang sebuah skenario adalah ide. Segala hal yang kita alami balk lewat indera penglihatan, penciuman dan pendengaran bisa menjadi sumber ide. Sejak bangun pagi hingga akan berangkat tidur malam hari kita mengalami berbagai kejadian. Berita di koran, humor di tv atau puisi seorang teman bisa saja meninggalkan kesan tertentu yang mendalam bagi kita. Pilah dengan seksama hal-hal yang mengesankan, menyentuh atau bahkan menyebalkan menjadi kandidat ide cerita untuk film kita. Pertimbangkan dengan balk apakah bila kejadian tersebut kita tuangkan dalam film akan menarik untuk ditonton, minimal oleh lingkungan dekat kita.

Pengalaman pribadi di atas bisa menjadi bahan dasar pembuatan skenario. Skenario yang dibuat dari ide semacam itu disebut skenario asli (original screenplay). Tuliskan tiap ide cerita yang kita peroleh dalam dua atau tiga kalimat. Pilih yang paling sreg menurut kita, misal: "Pertemuan yang mengharukan antara seorang ibu dengan anak gadisnya setelah berpisah selama 15 tahun. Mereka terpisah sewaktu banjir besar melanda kotanya. Sang Ibu sangat ingin tahu apakah anaknya dalam kondisi baik, mengingat terakhir kali sang anak yang telah berusia 10 tahun mengalami kesulitan berbicara."

Kelompok lain dari skenario adalah skenario adaptasi (adapted screenplay). Bahan dasar skenario adaptasi biasanya berupa cerpen, novel, komik atau cerita bersambung. Untuk skenario adaptasi tentunya ide cerita sudah jelas.


Sinopsis


Setelah diperoleh ide yang pas, kita bisa melangkah menuju pembuatan sinopsis. Sinopsis adalah tulisan berisi garis besar cerita film kita. Di dalamnya termuat nama para tokoh utama dan peristiwa yang mereka alami. Sinopsis yang efektif panjangnya tidak lebih dari 1 halaman. Untuk ide cerita di atas contoh sinopsisnya adalah:

VERA seorang ibu berusia 47 tahun menerima surat singkat dari anak tunggalnya, IRENE yang kini berusia 25 tahun. IRENE mengabarkan ia akan datang ke rumah ibunya di Yogya naik kereta 3 hari lagi. Bukan main senangnya VERA karena itu adalah kabar pertama yang ia terima setelah mereka terpisah selama kurang kebih 15 tahun. Banjir besar yang melanda kota mereka menyebabkan VERA kehilangan IRENE. Gadis kecil berusia 10 tahun itu bersama dua orang temannya terseret arus ketika dalam perjalanan pulang dari sekolah. Segala daya upaya telah dikerahkan VERA untuk mengetahui apakah anaknya masih hidup. Hingga ketika ia hampir menyerah dan menganggap bahwa IRENE telah meninggal terseret banjir, ia menerima sepucuk surat itu.

Rasa ingin tahu bercampur was-was menyelimuti VERA. la sangat penasaran bagaimana kondisi IRENE saat ini mengingat gadis kecil itu mengalami kesulitan berbicara. Bahkan di usianya yang ke 10 IRENE hanya dapat mengucapkan kalimat tak sempurna yang hanya bisa dimengerti beberapa orang saja.

Sore ini di Stasiun Tugu VERA menanti kedatangan IRENE. Seperti apakah rupa anaknya? Mengapa IRENE bare menghubunginya setelah sekian lama terpisah? Siapa yang merawat dan membesarkannya? Masihkah anaknya mengalami kesulitan bicara? Segunung pertanyaan mengemuruh di benaknya. Tak sabar untuk dilontarkan dalam pertemuan kembali sore ini....

Setelah sinopsis selesai dibuat, langkah berikut adalah membuat struktur cerita.


Struktur Cerita

Sekarang saatnya membangun kerangka skenario atau yang lazim disebut struktur. Untuk mempermudah penulisan skenario, tuangkan sinopsis ke dalam struktur bercerita yang jelas. Resep struktur cerita yang paling sukses dan paling banyak dianut film-film yang laku di pasar adalah struktur 3 babak. Struktur ini terdiri dari babak perkenalan, babak pertentangan/konfrontasi dan babak penyelesaian/solusi. Babak perkenalan memuat informasi seputar tokoh dan latar belakangnya. Bila ada masalah atau konflik letakkan di bagian pertentangan/konfrontasi. Babak penyelesaian mengantarkan penonton ke akhir cerita. Ada tiga macam cara mengakhiri cerita yaitu happy ending, sad ending dan open ending. Happy ending adalah cara lazim film box office Hollywood dalam menyelesaikan ceritanya. Semua berakhir bahagia, dengan harapan penoton terhibur. Ada film-film tertentu menggunakan cara sad ending, yaitu dengan mengakhiri cerita dengan kepedihan mendalam. Open ending akan membiarkan penoton mengambil kesimpulan sendiri akan nasib tokoh utamanya.

Contoh struktur untuk sinopsis di atas (kita bisa memberinya judul: "PERTEMUAN")

Babak I (Perkenalan)

Vera membaca surat, kemudian mendekap surat itu dengan ekspresi senang. la memandangi beberapa foto IRENE kecil. Pandangannya menerawang, kegembiraan itu membawanya kepada kenangan akan IRENE kecil yang mengalami kesulitan bicara.

Babak II (Pertentangan/konflik/konfrontasi)

IRENE kecil dan kedua teman wanitanya berjalan riang menyusuri pematang sawah. Mereka berkejaran, kecerian tampak di wajah mereka. Di rumah VERA sibuk menghambat air agar tidak masuk ke dalam. Beberapa tetangga mulai megeluarkan perabot mereka dan meletakkan ke tempat yang lebih tinggi. IRENE dan teman masih bercanda riang. VERA mengeluarkan koper, bersiap mengungsi bersama tetangga. la menanti IRENE dengan cemas. IRENE menangkap kupu-kupu dan memperlihatkan dengan bangga ke temannya. la tidak bisa bicara banyak, wajahnya tampak senang. Air sudah setinggi lutut di sekitar rumah yang memang berada lebih rendah dari sawah yang dilalui IRENE. VERA mulai panik. Beberapa tetangga sudah berangkat mengungsi, sementara yang lainnya memaksa VERA untuk ikut pergi meninggalkan rumah. VERA masih coba bertahan menanti IRENE. Air makin tinggi. IRENE melewati jembatan kecil dan air mulai tampak deras dan menjilat dasar jembatan. VERA mulai berjalan sambil terus menoleh ke arah rumah. Menjelang ujung jembatan seorang teman IRENE tergelincir. IRENE dan temannya berusaha menarik agar ia bisa berdiri kembali. VERA kian menjauh dari rumah. Teman IRENE berhasil berdiri dan mereka berjalan bersama menuju ujung jembatan. Tali sepatu IRENE terlepas, ia berhenti sejenak untuk membetulkannya. Kedua temannya menunggu. VERA menangis sambil memangil nama IRENE, beberapa tetangga memaksanya untuk tetap berjalan menjauhi rumah. Di ujung jembatan, teman IRENE yang lain tergelincir. Kembali terjadi upaya penyelamatan. Arus makin deras, tiba­tiba air sudah setinggi mata kaki IRENE. Temannya belum juga berhasil berdiri, kedua tangannya masih dipegang IRENE dan teman lainnya. VERA berlari kembali menuju arah rumah yang telah terendam air hingga satu meter. Beberapa tetangga mengejar dan berhasil menariknya kembali ke arah yang aman. IRENE masih berjuang menyelamatkan temannya. VERA berteriak histeris. Air telah mencapai pinggang IRENE dan upaya penyelamatan makin sulit. Sebelah tangan teman terlepas, IRENE berusaha mempertahankan sebelah tangan yang lain. Teman yang lain kewalahanan, air hampir menutup wajahnya. VERA tetap melihat ke arah rumahnya sambil meronta. IRENE dan temannya tertutup air, yang tampak hanya tas sekolah mereka.

Babak Ketiga (penyelesaian)

Vera duduk di bangku penjemput. Sesekali melihat jam dinding stasiun dan mencocokkan dengan jam tangannya. la melihat seorang ibu yang menggandeng anak perempuan berusia sekitar 10 tahun. Wajahnya menerawang, matanya berkaca-kaca. Kereta datang. VERA tidak berhasil mendapatkan sosok IRENE. Stasiun mulai sepi. la bertanya kepada petugas. Kereta tidak telambat. Penumpang sudah turun semua. VERA kecewa. IRENE tak ada. la berjalan menuju pintu keluar, sambil menengok ke belakang berkali-kali, kosong. Sampai di parkiran ia membuka pintu mobil, rasa kecewa terbayang jelas di wajahnya. Pundaknya disentuh tangan halus, ternyata itu adalah IRENE yang sejak tadi juga kebingungan. Mereka berpelukan, lalu naik mobil menjauhi stasiun Tugu.


Contoh Potongan Skenario

Ditinjau dari sisi teknis, skenario adalah kumpulan informasi berisi urutan cerita utuh yang disusun dengan memperhatikan ruang, waktu, aksi, dialog dan elemen suara lain. Ada format pengetikan skenario yang dianut banyak penulis skenario (screen writer) dalam industri film di dunia. Format itu adalah:

  1. Gunakan font Courier New dengan ukuran 12 point

  2. Ketik dengan spasi 1,5

Berikut adalah potongan skenario dengan struktur cerita di Pertemuan, babak III (penyelesaian)


SCENE 68 EXT. TEMPAT PARKIR STASIUN TUGU-SORE

VERA membuka pintu mobil, bersiap untuk masuk dan meninggalkan stasiun dengan perasaan kecewa. Tiba-tiba sebuah tangan halus menyentuh pundaknya, VERA menoleh.

Sejenak is terpana.

IRENE
(tercekat... mengucapkan kata-kata dengan lemah)
Ibu....

VERA segera memeluk dan menciuminya

VERA
(dengan air mata di pipinya)
IRENE...benar kamu IRENE?

Sambil memegang tangan VERA,IRENE mengangguk

IRENE
Maaf bu saya tidak pernah kirim kabar.

VERA
Sudahlah.. ayo kita pulang. Sudah sepi di sini.
Banyak yang hal harus kamu ceritakan.

IRENE mengangguk, menuntun VERA naik mobil. Di
dalam mobil is menjawab berbagai pertanyan yang
meluncur dari mulut ibunya.

SELESAI

Tips:

Untuk memperkirakan durasi skenario kita, catat durasi ketika membaca skenario (reading). Jumlahkan semua waktu yang dibutuhkan untuk membaca semua keterangan di dalam skenario termasuk dialognya. Waktu tersebut mendekati durasi film kita yang sebenamya.



Sumber :

CD Interaktif Bengkel Film Pemula

Program Bimbingan anak Sampoerna (PBA) Karya Kita

HM, Sampoerna


Read more!